Selasa, 21 Juni 2016



PROPOSAL

REGISTER BAHASA MBOJO DALAM KOMUNITAS NELAYAN DESA JALA KECAMATAN HU,U KABUPATEN DOMPU
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk penulisan Skripsi Sarjana
Strata Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra, dan Daerah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Mataram











SYAM SOFYAN
NIM: 11311B0005P





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA, DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2016





BABA I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dewasa ini, register mulai banyak berkembang di berbagai komunitas. Misalnya, komunitas anak muda yang memiliki register yang mereka gunakan hanya pada komunitasnya saja. Bahasa tersebut bisa di kenal sebagai “bahasa gaul” contohnya nomina “kamu” menjadi “lo” dalam kalimat “kamu mau pergi kemanan?” menjadi “lo mau ke mana?”.
Bukan hanya pada komunitas anak muda saja tetapi hamper semua komunitas memiliki register yang mereka gunakan khusus hanya pada komunitasnya saja, seperti komunitas ibu ibu arisan yang biasanya salingmemanggil dengan sebutan “jeng” untuk mengganti kata sapaan “ibu”, misalnya, “ibu muji menjadi “jeng muji”. Pangilan tersebut juga hanya digunakan pada komunitas ibu-ibu arisan saja, di luar itu , para ibu-ibu biasa menggunakan sapaan sehari-hari.
Register semakin hari semakin berkembang dan salah satu faktor yaitu penyebabnya yaitu lingkungan sekitar. Seperti halnya para remaja yang satu dengan yang lain, terkadang bahasa yang mereka gunakan berbeda-beda meskipun merekan berada dalam satu lingkungan sekolah. Ternya mereka memiliki kelompok teman atau yang biasa mereka sebut sebagai geng yang berbeda. Antara geng yang satu dengan lainya biasanya memiliki bahasa khas mereka masing-masing. Misalnya geng keciput yang biasanya memanggil teman-teman gengnya dengan panggilan ciput, seperti yang terdapat dalam kalimat ciput mau kemana? Mereka tidak menyapa teman satu gengnya. Akan tetapi mereka akan menyapa seperti biasanya pada teman-temanya yang di luar geng mereka. Berbeda lagi dengan geng the baby, misalnya baby, kita makan di KFC ayo?. Jelas terlihat bahwa lingkungan penutur mampu mempengaruhi bahasa yang digunakannya, seperti yang terjadi dalam kedua geng di atas.
Register juga terdapat pada komunitas para nelayan. Pada komunitas nelayan, perbedaan bahasa tidak jauh berbeda dengan komunitas lainya, sama-sama memiliki bahasa khusus dalam komunitasnya (Halliday, 1994). Dalam kegiatan nelayan, tidak jarang kita menemukan kata-kata yang tidak terdapat dalam tuturan sehari-hari atau bahkan ada kata-kata yang sama tetapi maknanya berbeda. Hal itu terjadi karna pengaruh aktivitas nelayan tersebut. Secara otomatis mereka akan memahami makna kata yang digunakan dalam komunitasnya, hal tersebut disebabkan oleh adanya kebiasaan, sehingga terbentuklah konsep bersama tentang suatu kata. Selain itu dalam komunitas nelaya, intonasi atau irama yang digunakan cenderung keras karena mereka berada di pesisir pantai yang ombaknya di pengaruhi suara. Secara tidak langsung, suara-suara ombak tersebut akan menghalangi penerima pesan dalam mendengarkan pesan yang disampaikan, sehingga suara keras yang digunakan tidak berarti bahwa nelayan adalah orang-orang karakteristik kasar. Hanya saja, lingkunganlah yang menuntut mereka dalam mengunakan volume suara yang keras agar proses komunitas tetapa lancar.
Peneliti mengangkat permasalahan ini, karena cukup ini terlihat pada kata-kata yang digunakan dalam komunitas. Seperti pada contoh data mbei ja utareni artinya meminta ikan, ta lao nga wi maknanya kita pergi memancing ikan di Desa Jala berbeda dengan di Desa Hu,u Kecamatan Hu,u. Di Desa Jala meminta ikan adalah mbei ja uta reni sedangkan di Desa Hu,u meminta ikan dalam basa mbojo adalah be si uta re da nada beberapa bahasa nelayan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ‘pani’ artinya ‘umpan’, potas artinya‘racun’, mimi artinya ‘tenggelam’, data-data rersebut menarik Perhatian Peneliti untuk meneliti bahasa tersebut dan menjadikan objek dalam penelitian yang register bahasa Mbojo dalam komunitas nelayan Desa Jala Kecamatan Hu,u Kabupaten Dompu. Register bahasa mbojo komunitas nelayan ini belum banyak yang meneliti. Karena peneliti juga warga asli dompu, peneliti merasa berkewajiban mengangkat register bahasa Mbojo komunitas nelayan ini untuk dilestarikan. Tidak hanya itu, dengan mengkaji register bahasa mbojo komunitas nelayan tersebut, tentu akan mudah membuka wawasan terhadap perkembangan bahasa daerah, khususnya bahasa Mbojo yang memang memiliki berbagai macam dialek yang dapat ditemukan di Dompu dan Bima.
1.2  Rumusan Masalah
 Berdasarkan paparan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian bagaimanakah register bahasa Mbojo dalam komunitas Nelayan di Desa Jala Kecamatan Hu,u Kabupaten Dompu. Permasalahn tersebut di rinci menjadi beberapa pertanyaan berikut ini :
                                     1.         Register bahasa Mbojo dalam komunitas nelayan Desa Jala Kecamatan Hu,u Kabupaten Dompu;
                                     2.         Register bahasa mbojo dalam komunitas nelayan Desa Jala Kecamatan Hu,u Kabupaten Dompu


1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini tersebut ialah untuk mengatahui dan mendeskripsikan register bahasa Mbojo dalam komunitas nelayan di Desa Jala Kecamatan Hu,u Kabupaten Dompu. Secara khusus peneliti mengajikan tujuan di bawah ini ;
                       1.         Mendeskripsikan bentuk register bahasa Mbojo dalam komunitas nelaya Desa Jala Kecamatan Hu,u Kabupaten Dompu;
                       2.         Mendeskripsikan register bahasa Mbojo dalam komunitas nelaya Desa Jala Kecamatan Hu,u Kabupaten Dompu

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat mengembangkan ilmu register bahasa Mbojo komunitas nelayan. Selai itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya terutama yang akan meneliti mengenai register bahasa Mbojo komunitas nelayan.
1.4.2        Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat agar mengetahui bentuk-bentuk register bahasa Mbojo komunitas nelayan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANTASAN TEORI
2.1  Tinjauaan Pustaka
Peneliti yang mengkaji tentang register bahasa sudah cukup banyak dilakukan, di antara dilakukan oleh Hollyusa Andini (2003), dalam penelitiannya yang berjudul “Ragam Bahasa gaul Di kalangan Remaja daerah Praya Lombok tengah” andini membahasas bagaimana bentuk atau ragam bahasa gaul yang digunakan oleh remaja di kota praya, Lomboh Tengah menggunbakan ragam bahasa gaul. Metode yang digunakan remaja, bentuk bahasa gaul berbentuk katam frasa kalimat, singkatan, dan akronomi.
Peneliti di atas dapat diketahui bahwav andini dan peneliti mempunyai persamaan dan perbedaan dalam penelitiannya. Dalam rumusan masalah andini dan peneliti mempunyai permasalah yaitu sama-sama meneliti bentuk bahasa dan perbedaannya yaitu andini meneliti penyebab terjadinya bahasa gaul di kalangan remaja Praya Lombok tengah, sedangkan peneliti meneliti bagaimanakah fungsi register bahasa Mbojo dalam komunitas nelayan Desa Jala Kecamatan Hu,u Kabupaten Dompu. Hasil penelitian Andini adalah berbentuk kata, frase, kalimat, singkatan, dan akronim sedangkanpeneliti bentuk (kata dan frase) dan fungsi (instrumental dan Pemecahan Masalah atau Heuristik). Metode yang digunakan Andini dan peneliti hamper sama yaitu menggunakan metode simak dan instrospeksi.
     Selanjutnya penelitiannya Dela Andriani (2012), yang berjudul “Kajian Bentuk Pemakaian Kosakata Bahasa Gaul Pada Komunitas Motor Mio di Mataram dan hubungannya dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP ” Tujuan penelitian ini mengetahui bentuk kosakata bahasa gaul yang digunakan dalam komunitas, mentahui fungsi penggunaan kosakata bahasa gaul, dan hubungan pemakaian kosakata bahasa gaul dengan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Hasil penelitian ini adalah bentuk kata olokan atau ejekan yang bertujuan untuk bercanda dengan yang lain dengandalam satu komunitas (mempererat hubungan emosional) untuk saling menghibur, dam secara umum tujuan dari bahasa gaul adalah untuk menyembunyikan maksud dan pembicaraan dari orang yang di luar komunitas. Bentuk penelitian yang terdapat dalam komunitas tersebut adalah bentuk kosakata, frase, ankronomi, singkatan dan campur kode. Metode yang digunakan adalah simak, dan wawancara.
Penelitian yang dilakukan Dela dan meneliti sama-sama bentuk bahasa dalam komunitas tetapi objek kajiannya tidak sama, Dela meneliti bahasa gaul komunitas Motor Mio di Mataram dan Hubunganya dengan Pembelajaranya bahasa Indonesia Smp, sedangkan peneliti register bahasa Mbojo dalam komunitas nelayan di Desa Jala Kecamatan Hu,u Kabupaten Dompu. Hasil penelitian yang dilakukan dea adalah bentuk kosakata, frase, akronim, singkatandan campur kode. Sedangkanpenelitian bentuk (kata dan frase) dan fungsi (instrumental dan pemecahan masalah atau Heuristik).
                 Berikut ini juga penelitian Herna Hidayati (2012), yang berjudul “Variasi Bahasa Sasak di desa kuripan Selatan Lombok Barat Dan Implikasinya terhadap Sosial Kemasyarakatan” herna membahas dialek yang ditemukan di dalam bahasa sasak di desa kuripan selatan dan pengaruh perbedaan dialek bahasa sask terhadap kehidupan sosial kemasyarakat. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan dialek bahasa Sasak di Desa Kuripan selatan dan pengarauh yang timbul akibat perbedaan dialek bahasa Sasak terhadap kehidupan sosial bermasyarakt di Desa Kuripan Selatan Lobar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap dan metode simak. Hasil penelitian ini ditemukan 38 kata yang berbeda dalam tulisan fonetik ataupun pengucapannya, misalnya pada kata [amaq] menjadi [emiq] dari dialek a dari dialek menjadi e sehingga pengucapannya lebih ke dialek meriaq merinqu.
                 Dari penelitian diatas dapat di ketahui bahwa penelitian yang dilakukan oleh Herna dan Peneliti mempunyai kesamaan dan perbedaan dalam meneliti suatu bahasa, dapat  terlihat dari metode yang digunakan dengan peneliti sama-sama menggunakan metode cakap dan metode simak, sedangkan hasil penelitiannya berbeda Herna menemukan kata yang berbeda dalam penulisan fonetiksedangkan peneliti, meneliti bentuk dan fungsi register baahasa Sasak dalam komunitas nelayan.
                 Terakhir peneliti tentang variasi bahasa di tulis oleh Samsul Bahri (2005) yang berjudul “Variasi Bahasa Sasak Pada Masyarakat Nelayan Dusun Gili Menu Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Daerah Untuk Muatan Lokal Disekolah”. Tujuan peneliti ini adalah mengklasifikasikan dan mendeskripsikan bentuk variasi bahasa pada masyarakat nelayan di Dusun Gili Meno dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa sastra daerah untuk muatan lokal di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, metode cakap (wawancara) dengan informan, dan metode intropektif (intuisi kebahasaan). Sementara itu metode yang digunakan dalam menganalisis data dalam metode intralingua dan metode padan ekstralingual. Kemudian yang terakhir metode yang digunakan dalam menyajikan hasil analisis data berupa variasi bahasa nelayan dan implikasi terhadap bahan ajar bahasa daerah untuk muatan lokal sekolah.
Samsul dan peneliti sama-sama meneliti bahasa nelayan, akan tetapidaerah penelitiannya tidak sama, Samsul meneliti variasi bahasa nelayan di Gili Meno sedangkan peneliti meneliti di Kecamatan Hu,u. Dari segi metode yang digunakan sama, tetapi dalam menganalisis data peneliti hanya menggunakan metode pada yang  intalinguan sedangkan Samsul menggunakana metode pada intralingual dan eksralingual. Dari segi hasil penelitian yang diperoleh Samsul dan penelitian hampir sama, Samsul dalam penelitiannya adalah bentuk-bentuk variasi bahasa nelayan dan implikasinya terhadap bahan ajar daerah muatan lokal di sekolah sedangkan peneliti adalah bentuk-bentuk dan fungsi register bahasa komunitas nelayan.
     Dari beberapa penelitian yang disajikan dapat disimpulkan bahwa semua peneliti tersebut masih membutuhkan penelitian lebih dalam, sehingga peneliti mengkaji variasi bahasa dari segi bentuk dan fungsi selain itu objek dari penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya mengkaji variasi bahasa. Komunitas Nelayan Desa Jala, sebagai bentuk perlengkapan atas peneliti-peneliti sebelumnya.
2.2   Landasan Teori
2.2.1        Register
Register merupakan bagian dari variasi bahasa itu sendiri, berikut dibawah ini akan di jelaskan register menurup para ahli. Register menurut Halliday (1994:53) merupakan suatu konsep sematik, yang didefinisikan sebagai suatu susunan makna yang dihubungkan secara khusus dengan susunan situasi tertentu dari medan, pelibat, dan sarana. Akan tetapi, karena merupakan susnan makna-makna dalam register termasuk juga ungkapan, yaitu ciri leksikol-gramatis dan fonologis, yang secara khusus menyertai atau menyatakan makna-makna ini. biasanya dijumpai register tertentu, atau abahkan petanda fonologis yang memiliki fungsi untuk memberikan tanda kepada para pelaku bahwa inilah register yang dimaksud.
Seperti contoh pada zaman dahulu kala. “Pada zaman dahulu kala” merupakan ciri penunjuk yang berfungsi memberi tanda bahwa sekarang kita sedang nmendengarkan cerita tradisional. Selanjutnya Register merupakan Abdul chaer dan agustina (2003) marupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya sifat-sifat khas keperluan pemakaiaan, misalnya bahasa tulisan yang terdapat bahasa iklan, bahasa tunjuk, bahasa artikel, dan sebagainya. variasi bahasa berdasarkan fungsi ini lazim di sebut register. Terakhir menurut Kridalaksana (dalam Purwanto, 2002), register secara sederhana dapat dikatakan sebagai variasi bahasa berdasarkan penggunaanya. Register atau salang dalam bahasa inggris merupan ragam bahasa tidak resmi yang dipakai oleh kaum remaja atau kelompok-kelompok sosial tertentu untuk komunitas intern sebagai usaha supaya orang-orang kelompok lain tidak mengerti ; berupa kosakata yang serba baru dan berubah-ubah.
2.2.2        Variasi Bahasa
Adapun beberapa variasi bahasa menurut para ahli diantaranya senagai berikut :
Menurut Keraf (1984:143) variasi bahasa dapat berwujud perubah ucapan seseorang dari saat kesaat maupun perbedaan yang terdapat dari suatu tempat ke tempat lain. Ferguson dan Gomperz (dalam Haryanto, 19996/1997:90) mengatakan variasi bahasa adalah pola ujar kelompok pemakai bahasa yang secara memadai cukup homogeny untuk dianalisis untuk menggunakan teknik deskriptif sinkronis yang ada pada pola-pola ajaranya secara luas untuk dapat berfungsidalam segala konteks komunikasi secara formal.
           Nabata (1991:13) variasi bahasa timbul karena adanya: (a) daerah yang berlainan, (b) kelompok atau keadaan sosial yang berbeda, (c) situasi dan tingkat formalitas yang berlaianan, (d) tahun atau jama yang berlainan. Pateda (1991:52) variasi dapat dilihat dari: (a) tempat, (b) waktu, (c) pemakai, (d) situasi, (e) dialek, (f) status, (g) pemakaianya. Hartman dan stork dalam Abdul Chaer dan Agustina (2010:62) variasi bahasa merupaka akibat dari adanya keragaman sosialdan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial. Variasi bahasa adalah keragaman bahasa yang terdapat pada masyarakat tutur (Kridalaksana, 1974: 134) .
           Soeparno dalam dasar-dasar linguistic (2003 :55-61) mengemukakan bahwa variasi bahasa terdiri dari variasi kronologis, variasi geografis, variasi sosial, variasi fungsional, variasi gaya/style, variasi kultura dab variasi individual. Suwito (1982-104) menyatakan, baahwa variasi bahasa timbul karena penutur mengatahui akan adanya alat komunikasi yang sesuai dengan situasi dan konteks sosial. Chaer dan Agustina (2014) mengatakan bahwa variasi atau ragam bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa. Pateda (dalam chaer 1988:52) menjelaskan bahwa ragam bahasa setidaknya terdapat tiga hal, yaitu pola-pola bahasa yang sama, pola-pola bahasa yang dapat dianalis secara deskriptif, dan pola-pola yang dibatasi oleh makna tersebut dipergunakan oleh penuturnya untuk berkomunikasi.
           Menurut Halliday, variasi bahasa dibedakan berdasarkan (a) pamakai, yang dimaksud dialek, dan (b) pemakai  yang disebut register. Menurut Mc david (1969), variasi bahasa dibedakan berdasarkan (a) dimensi regional, (b) dimensi sosial, dan (c) dimensi temporal. Ragam bahasa dapat dikenali dari golongan penutur bahasa dan menurut jenis pemakaiaannya (Alwi,dkk.,2003:3) Aslindgf (2007:17) menyatakan variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian variasi bahasa dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola bahasa induksinya.
2.2.3        Variasi Sosial
Paparan teori dari beberapa ahli peneliti hanya menggunakan teori Abdul Chaer dan Leonir Agustina (2010:62), yaitu sosiolek. Adapun alas an peneliti memiliki teori tersebut karena teori ini sesuai dengan data yang peneliti ambil. Diharapkan dengan teori ini mampu menguraikan bentuk variasi-varia data dengan tepat.
Menurut Abdul Chaer dan Leonie agustina (2010 : 62), sosiolek merupakan bagian dari “variasi bahasa dari segi penutur” selain idiolek, dialek, kronolek. Sosiolek biasa disebut juga dengan dialek sosial, yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status dan kelas sosial para penuturnya. Karena variasi ini menyangkut semua maslah pribadi para penutunya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya.
Berdasarkan usia, dapat dilihat perbedaan diantara variasi bahasa yang digunakan oleh anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan orang tergolong lansia. Jika diperhatikan bahasa yang mereka gunakan, pasti dapat dilihat perbedaanya, bukan berkenaan dengan isinya (isi pembicaraan), melainkan perbedaan dalam bidang morfologi, sintaksis, dan juga kosakata, pelafalan, morfologi, dan juga sintaksis.
Berdasarkan seks (jenis kelamin) penutur dapat dilihat adanya dua jenis variasi bahasa, yaitu diperhatikan antara percakapan sekelompok mahasiswi atau ibu-ibu. Lalu dibandingkan yang dilakukan anatara kelompok mahasiswa atau bapak-bapak. Maka, dapat dilihat perbedaan variasi anatara keduanya.
Berdasarkan profesi, pekerjaan, atau tugas para penutur variasi bahasa berdasarkan profesi adalah variasi bahasa yang terkait dengan jenis profesi, pekerjaan dan tugas para penguna bahasa tersebut. Tiap-tiap pekerjaan memiliki registernya masing-masing. Dokter, pilot, manager bank,pedagang, sopir angkot, musisi, atau bahkan mereka yang bekerja dakam dunia prostitusi memiliki register masing-masing.
Berdasarkan perbedaan pekerjaan, profesi jabatan, atau tugas para penutur dapat juga menyebabkan adanya variasi sosial. Jika diperhatikan “bahasa” para buruh atau tukang, pedagang keci, pengemudi kendaraan umum, para guru, para mubaliq, dan para pengusaha, maka kita dapat pula melihat perbedaan variasi bahasanya. Perbedaan bahasa mereka terutama pada lingkungan tugas mereka dan apa yang mereka kerjakan. Perbedaan variasin bahasa mereka terutama tampak pada bidang kosakata yang mereka gunakan. Berdasarkan tingkat-tingkat kebangsawanan dapat pula variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat kebangsawanan itu, Bahasa jawa, bahasa bali, bahasa sunda mengenai variasi kebangsawanan ini, tetapi bahasa Indonesia tidak.
Berdasarkan keadaan sosial ekonomi para penutur, dapat juga menyebabkan adanya variasi bahasa, perbedaan kelompok masyarakat berdasarkan status sosial ekonomi ini tidak sama dengan perbedaan berdasarkan tingkat kebangsawanan, sebab dalam zaman modern ini memperoleh status sosial yang tinggi tidak lagi identik status kebangsawanan yang tinggi tetapi tidak miliki status sosial ekonomi yang tinggi. Sebaliknya, tidak sedikit yang tidak berketurunan bagsawan tetapi kini memiliki status sosial ekonomi yang tinggi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan, antara lai oleh Labov, menunjukan adanya variasi bahasa berkenaan dengan status sosial. Ekonomi ini. malah telah dibuktikan pula adanya korelasi antara tingkat sosial ekonomi itu dengan tingkat penguasaan bahasa.
2.2.4        Bentuk Kebahasaan
Bentuk menurut Kridalaksana (2001:28) adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; penampakan atau satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis. Satuan bahasa dapat berupa kata, frasa, klausa dan kalimat serta yang tertinggi adalah wacana, namun dalam kajian inferensi satuan bahasa tersebut merupakan bentuk yang membingkai pesan atau mengandung informasi yang disembunyikan  atau informasi yang itu tidak secara langsung dinyatakan (inferensi) dalam wacana yang pemahamannya tidak terlepas dari konteks yang menyertainya karena satuan bahasa yang berupa kata, frasa, klausa, atau satuan kalimat pun yang mengandung inferensi berpotensi menyampaikan makna atau informasi dalam wacana disebabkan karena keberdayaan konteks yang menyertainya tersebut. Bentuk kebahasaan dalam variasi bahasa Mbojo dalam komunitas di anataranya yaitu kata dan frasa. Berikut dibawah ini akan di paparkan pengertian kata dan frasa.
2.2.3.1  Kata
Kata ialah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata (Ramlan, 2001:33). Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, kta dibentuk dari bentuk dasar (yang dapat berupa morfem dasar terikat maupun bebas, atau gabungan morfem) melalui proses morfologi afiksasi, reduplikasi, atau komposisi. Bentuk-bentuk kata yang terdapat dalam sumber data yaitu, bentuk kata dasar dan kata berimbuhan.

a.      Kata Dasar
Bentuk Dasar/tunggal merupakan satuan gramatik yang tidak terdiri dari satuan yang lebih kecil lagi (Ramlam, 1987: 28). Menurut Keraf (1994:44) bentuk dasar merupakan merupakan satuan bahasa yang belum mendapatkan imbuhan.
b.      Kata Berimbuhan
Kata yang mengalami proses afiksasi dan reduplikasi. Afiksasi adalah proses pembentukan kata kompleks dengan cara penambahan afikspada bentuk dasar (Soeparno, 2002: 95). Afiksasi yang terdiri atas prefiks atau awalan, sufiks atau akhiran, infiks atau sisipan, dan konfiks yaitu gabungan prefix dan sufiks. Misalnya saja kata pemotretan. Kosakata tersebut mempunyai awalan pen- dan akhiran –an. Reduplikasi adalah pengulangan bentuk dasar, bisa sebagian maupun secara keseluruhan. Reduplikasi adalah proses pembentukan kata kompleks pengulangan morfem secara persial (Soeparno, 2002:95).
2.2.3.2  Frasa
Farasa adalah kelompok kata (Sukini, 2010:19). Kemudian menurutRamlan (1987:151), frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata lebih yang tidak melampui batas kata unsur klausa. Maksunya gabungan dua kata atau lebih itu tidak melampui fungsi S (subjek), atau fungsi P (predikat). Sedangkan menurut Ramlan sama dengan Kridalaksana (1983:46), cook (melalui Taringan, 1985:50), dan Samsuri (melaui Arifin, 2008:18) yang menyatakan bahwa frasa frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata dengan kata yang sifatnya tidak predikatif atau nonpredikatif. Dari batasan-batasan di atas dapat diketahui bahwa frasa mempunyai dua sifat, yaitu :
a)      Merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari atas dua kata atau lebih.
b)      Satuan gramatikal itu tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksunya frasa itu selalu terdapat dalam satuan fungsi unsur klausa.
Berdasarkan distribusi unsurnya frasa terdiri dari dua unsur, yaitu,: frasa endosentrik dan frasa eksosentrik.
                                               1.         Endosentrik
Frasa endosentrik adalah frasa yang distribusinya sama dengan salah satu atau semua unsurnya. Frasa endosentrik meliputi macam frasa, anatara lain:
a.       Frasa endosentrik koordinatif, merupakan frasa yang dihubungkan dengan kata ‘dan’ dan ‘atau’
b.      Frasa endosentrik atributif, frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara.
c.       Frasa endosentrik apositif, merupakan frasa endosentrik yang mempunyai makna sama dengan unsur yang lain. Unsur yang dipentingkan merupakan unsur pusat.
                                               2.         Eksosentrik
Frasa eksosentrik adalah farasa yang jika salah satu komponenya dihilangkan, akan menyebabkan frasa itu tidak baik.
2.2.4        Fungsi
Menurut Kridalaksana (dalam Purwanto, 2002), register secara sederhana dapat dikatakan sebagai variasi bahasa berdasarkan penggunaanya. Seperti telah dipaparkan diatas bahwa register merupakan bagian dari variasi bahasa. Untuk menganalisis fungsi variasi bahasa makna,digunakan fungsi register sebagaimana pendapat Halliday (dalam Nababan, 19985 : 42) yang menyebutkan fungsi register antara lain :
                                                         1.         Fungsi Instrumental
Yaitu bahasa yang berorientasi pada pendengar atau lawan tutur. Bahasa yang digunakan untuk mengatur tingkah laku pendengar sehingga lawan tutur mau menuruti atau mengikuti apa yang diharapkan penutur atau peneliti. Hal ini dapat dilakukan oleh penutur atau peneliti dengan menggunakan ungkapan-ungkapann yang menyatakan permintaan, himbauan, atau rayuan.
                                                         2.         Fungsi Interaksiyaitu fungsi bahasa yang berorientasi pada kontak anatara lain pihak yang sedang berkomunikasi. Register dalam hal ini berfungsi untuk menjalin dan memelihara hubungan serta memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu berjumpa, berkenalan, menanyakan keadaan, meminta pamit, dan lain sebagainya.
                                                         3.         Fungsi Kepribadian atau Personal
Yaitu fungsi bahasa yang berorientasi pada penutur. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan dirinya.
                                                         4.         Fungsi Pemecah Masalah atau Heuristik
Yaiu  fungsi pemakaian bahasa yang terdapat dalam ungkapan yang meminta, menurut, atau menyatakan suatu jawaban terhadap masalah atau persoalan. Bahasa yang digunakan  biasanya sebagai alat untuk mempelajari segala hal, menyelidiki realitas, mencari fakta, dan penjelasan. Ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam fungsi ini berupa suatu pertanyaan yang menuntut penjelasanatau penjabaran.
                                                         5.         Fungsi Hayal atau Imajinasi
Yaitu fungsi pemakaian bahasa yang berorientasi pada amanat atau maksud yang akan disampaikan.bahasa dalam fungsi ini digunakan untuk mengugkapkan dan menyampaikan pikiran atau gagasan dan perasaan penutur atau peneliti
                                                         6.         Fungsi Informasi
Yaitu pemakaian bahasa yang berfungsi sebagai alat untuk memberi suatuberita atau informasi supaya dapat diketahui orang lain.
2.2.5        Komunitas Nelayan
beberapa definisi komunitas nelayan menurut para ahli sebagai berikut;
            Menurut Hermanto (1986:23), nelayan adalah orang yang melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan di laut, termasuk ahli mesin, ahli lampu, dan juru masak yang bekerja diatas kapal penangkapan ikan serta nereka yang secara tidak langsungikut melakukan kegiatan operasi penangkapan seperi juragan. Nelayan Juragan adalah nelayan yang memiliki kapal berikut mesin dan alat tangkapnya melainkan mempekerjakan nelayan lain seperti nelayan nahkoda dan pandega Nelayan pandega adalah nelayan yang merahi tanggung jawab untuk mengelola dan merawat alat tangkap milik nelayan juragan.
            `Adapun menurut Hermanto (1986: 23) nelayan dibedakan statusnya dalam usaha penangkapan ikan. Statusnya nelayan tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Juragan darat, yaitu orang yang memiliki perahu dan alat tangkap ikan tetapi dia tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan ke laut. Juragan darat menangung semua biaya operasi penangkapan.
b.      Juragan laut, yaitu orang yang tidak memiliki perahu dan alat tangkap ikan tetapi dia ikut bertanggung jawab dalam operasi penangkapan ikan dilaut.
c.       Juragan darat-laut, yaitu orang yang memiliki perahu dan alat tangkap ikan serta ikut dalam operasi penangkapan ikan laut. Mereka menerima bagi hasil sebagai pemilik unik penangkapan.
d.      Buruh atau pandega, yaitu orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal. Buruh atau pandega pada umunya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberi upah harian.
Selanjutnya menurut Soekanto (1997), masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja cukup lamat sehingga mereka dapat menggatur  diri mereka sendiri dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Karakteristik masyarakat nelayan merupakan kebanyakan yang kemarginalannya tidak jauh berada dengan petani miskin di Indonesia, karakteristik umum yang ditemui pada masyarakat nelayan antara lain: lingkungan tempat tinggal padat dan berlokasi ke arah tepi pantai, kondisi rumah seadanya, tingkat pendidikan nelayan dan anak-anak relative rendah, serta sarana penangkapan ikan semakin rendah, serta sarana penangkapan ikan semakin rendah (Mubyarto, et.al 1994). Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan atau budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di penggir pantai, sebuanh lingkungan permukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003). Menurut Imron (2003) nelayan bukanlah etnis tunggal, mereka terdiri dari beberapa dari kelompok, yaitu :
a.       Nelayan buruh, adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain;
b.      Nelayan juragan, adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain;
c.       Nelayan perorangan, adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.



BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
            Penelitian ini bukanlah penelitian yang akan menyajikan angka-angka ataupun rumus-rumus, melainkan berbeentuk uraian, kata-kata atau kalimat. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2010;4). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan kata-kata bukan angka atau perhitungan yang akan di cari hasilnya melainkan kata-kata yang digunakan dalam komunitas nelayan.
3.2 Informan
            Dalam melakukan penelitian,informan sangat penting sebagai objek penelitian. Oleh karena itu menurut Mahsun (2013:31) informan merupak sampel penutur atau orang yang ditentukan di wilayah pakai varian bahasa tertentu sebagai narasumber bahan penelitian, pemberi informasi, dan pembantu peneliti dalam tahap penyediaan data. Selai itu menurut Sugiono (2009:221), penemuan sampel atau informan dalam penelitian ini kualitatifberfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum. Oleh karena itu, orang yang dijadikan informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut.
a.       sehat jasmani dan rohani,
b.      penduduk asli Desa Jala,
c.       laki-laki berusia 35-55 tahun,
d.      bekerja sebagai nelayan minimal 10 tahun;
e.       menggunakan bahasa Mbojo sebagai bahasa sehari-hari
3.3 Metode Pengumpulan Data
            Dalam metode pengumpulan data, digunakan dua metode yaitu metode simak, dan metode wawancara. Kedua metode ini akan dijabarkan secara terperinci di bawah ini.
3.3.1 Metode Simak
            Menurut Mahsun (2013:92) metode simak merupakan, cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Dalam penelitian ini peneliti menggunaka teknik sadap. Teknik sadap merupakan teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujutkan dengan penyadapan penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan, Mahsun (2013:92). Teknik lanjutan yang digunakan dalam metode ini teknik simak libat cakap. Teknik simak libat cakap merupakan peneliti merupakan penyadapan itu dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, menyimak pembicaraa. Dalam hal ini peneliti terlibat langsung dalam dialog, Mahsun (2013:93).
3.3.2 Metode Wawancara
            Metode wawancara disebut juga metode cakap, yang merupakan metode pengumpulan data dengan cara percakapan antara peneliti dan informan, dengan melakukan kontak antar mereka secara lisan. Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing, karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi stimulasi (pancingan) pada informan atau stimulasi itu dapat berupa bentuk atau makna-makna yang biasanya tersusun dalam bentuk daftar pertanyaan (Mahsun, 2011:95-96). Teknik pancing dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data lebih detail, sehingga peneliti dapat dengan mudah menggumpulkan data.
            Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi data yang dijadikan objek penelitian dari berbagai informan yakni para nelayan pada komunitas nelayan. Hasil dari wawancara ini digunakan untuk sebagai bahan isisbentuk dan fungsi bahasa nelayan dalam komunitas nelayan.
3.3.3 Metode Introspektif
            Selain metode simak, metode introspektif dapat digunakan dalam pengumpulan data. Menurut Sudaryanto (1993a dan 1993b) metode ini sebagai analisis data, yang disebutnya sebagai metode refleksif-introspektif, upaya membuatkan atau memanfaatkan sepenuh-penuhnya, secara optimal, peneliti sebagai penutur bahasa tanpa meleburlenyapkan peran kepenelitian metode ini dimaksudkansebagai upaya menguak identitas sosok pembentukan dan yang dapat memungkinkan orang menetukan secara seksama satuan lingua tertentu yang statuskesatuan-lingualnya belum jelas, seperti wacana (Sudaryanto, 1993b). metode introspektif adalah metode penyediaan data dengan memanfaatkan inttuisi kebahasaan peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasai (bahasa ibunya) untuk menyediakan data yang diperlukan bagi analisis sesuai dengan tujuan penelitiannya. Pandanagan ini sejalan dengan pandangan Botha (1981) dan bandingkan dengan Kibrik (1977) yang mengklasifikasikan data atas dua lategori, yaitu data introspektif dan data informan. Data introspektifmerupakan data yang berupa putusan linguistic yang berasal dari penutur asli yang sudah terlihat secara linguistik. Penutur asli yang dimaksud tidak lain adalah peneliti itu sendiri, yang memiliki kompetensi linguistik bahasa sasaran. Adapun dikatakanynya sebagai data introspektif, karena memang kemunculan data tersebut didasarkan pada upaya intropeksi intuisi linguistic penelitinya terhadap kompetensi linguistik yang dikuasainnya; sedangkan data informan merupakan data yang berupa putusan linguistik dan diperoleh dari penutur asli tidak terlatih (Botha, 1997).
3.3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
            Untuk memudahkan peneliti dalam menentukan langkag-langkah menganalisis data, Metode yang dapat digunakan oleh penulis yaitu metode badan intralingual dan distribusional.
3.4.1 Metode Padan Intralingual
            Metode padan intralingual merupakan metode analisis data yang dilakukan dengan menghubungkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam suatu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda  (Mahsun, 2011:256). Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh hasil dari wawancara kemudian mengelompokan jenis-jenis data yang diperoleh. Dalam hal ini penelitian mengelompokan data berdasarkan bentuk register bahasa nelayan yang ada. Data yang diperoleh dikelompokan sesuai dengan bentuk register bahasa nelayan yang ada dalam pembahasan. Kemudian data yang telah ada, dikelompokan, dianalisis atau berikan penjelasan oleh peneliti kemudian disajikan.
3.4.2 metode Distribusional
            Metode distribusional merupakan reaksi terhadap metode pada yang pada umumnya dipakai di dalam linguistik tradisional (Edi Subroto, 2007). Oleh karena itu cara kerjanya berdasarkan logika yang bersifat spekuilatif, maka metode padan itu ditentang habis-habisan oleh linguistik structural. Karena linguistic itu memakai metode analisis dengan mempergunakan alat penentu di luar bahasa.
            Metode distribusional menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang mengatur didalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu. Jadi unsur bahasa itu di analisis sesuai dengan perilaku atau tingkah laku kebahasaannya. Dengan demikian, menganalisisnya memeberikan keabsahansecara linguistik. Menurut Edi Subroto, (2007) disebutkan bahwa teknik-teknik analisis yang tercakup dalam metode distribusional ialah :
1.      teknik urai unsur terkecil
2.      teknik urai unsur langsung
3.      teknik oposisi pasangan minimal dan teknik oposisi dua-dua;
4.      teknik penggantian atau subsitusi
5.      teknik perluasan (ekspanst), bai perluasanke kiri maupun ke kanan;
6.      teknik pelepas (delesi),
7.      teknik penyisipan atau interupsi;
8.      teknik pembalikan urutan (permutasi);
9.      teknik parafrasis (bandingkan Sudaryanto, 1985).
Di bawah ini akan dipaparkanteknik yang digunakan dalam bahasa mbojo komunitas nelaya sebagai berikut :
1.      Teknik Urai Unsur Terkecil (Ultimate Constituent Analysis)
Teknik urai unsur terkecil adalah mengurai suatu satuan lingual tertetu atas unsur-unsur terkecilnya. Unsur-unsur  itu merupakan unsur terkecil dari suatu satuan karena tidak diperkecil lagi. pedoman yang digunakan untuk menentukan morfem ialah satuan lingual terkecil yang terdapat terulang sama. Misalnya, berlari, bernyanyi, berbicara: larikan, nyanyikan, bicarakan bentuk-bentuk terkecil yan berulang sama secara bentuk arti ialah : “ber, lari, nyanyian, bicara, kan” sehingga masing-masing merupak morfem.
2.      Teknik Urai/pilah Unsur Langsung
Teknik pilah unsur langsung ialah teknik memilah atau mengurai suatu konstruksi tertentu (morfologi atau sintaksis) atau unsur-unsur langsungnya. unsur lansung ialah unsur yang secara langsung membentuk konstruksi yang lebih besar yang lebih besar atau konstruksi yang dinamis.
3.      Teknik Oposisi
a.       Teknik Oposisi Pasangan Minimal
Teknik oposisi pasangan minimal (minimal pairs), dipakai untuk menentukan fonem-fonem suatu bahasa ‘baik fonem segmental maupun suprasegmental’. Pasangan minimal adalah pasangan yang berubah kata tunggal atau akar dengan perbedaan sebuah unsur sunyi.
b.      Teknik Oposisi Dua-Dua
Teknik Oposisi Dua-Dua adalah oposisi antara dua kategori morfologis, yang sebuah mengandung nilai kategori tertentu yang dinyatakan dengan prosede morfologis. Oposis dua-dua selalu terdapat anggota kategori yang lebih tertentu (definit) karena terdapat nilai kategori yang lebih tertentu yang dinyatakan dengan alat gramatis tertentu lawan kategori lain yang bersifat tidak tertentu atau bersifat netral terhadap ada tidaknya nilai kategori tertentu
c.       Teknik Pergantian atau Subsitusi
Teknik oposisi bertujuan mengatahui adanya kontras kategori (kalau yang dioposisikan adalah kategori yang satu dengan yang lain ) atau perbedaan yang menyangkut aspek “arti” merupakan tujuan untuk diketahui. Sedangkan teknik subsitusi justru hendak menyelidiki adanya keparelan atau kesejajaran distribusi antara satuan lingual atau antara bentuk linguistik yang satu dengan yang lainnya.
d.       Teknik Perluasan atau Ekspansi
Teknik perluasan atau ekspansi ialah teknik memperluas satuan lingual tertentu (yang dikaji atau yang dibahas) dengan “unsur” atau satuan lingual tertentu baik perluasan ke kiri atau ke kanan.
e.       Teknik Pelepasan atau Delisi (Delition)
Adalah kemungkinanya suatu unsur atau satuan lingual yang menjadi unsur dari sebuah kontruksi (morflogis atau fraseologis) dilepaskan atau dihilangkan serta akibat-akibat structural apa yang terjadi dari pelesapan itu. Jadi hakikat teknik lesap yaitu pengurangan unsur dari sebuah konstruksi.
f.       Teknik Penyisipan atau Interupsi
Adalah kemungkinan kita menyisipkan suatu unsur atau satuan lingual tertentu terhadap suatu satuan lingual atau terhadap suatu konstruksi yang sedang kita analisis. Teknik penyisipan juga sering dipakai untuk mengkaji masalah kata majemuk dalam kaitannya dengan frase, dan masalah keletatan relasi dalam sebuah frase tipe tertentu.
g.      Teknik Pengambilan atau Permutasi
Adalah kemungkinannya unsur-unsur (langsung) dari sebuah satuan atau konstruksi (morfologis atau frseologis) dibalikan urutannya. Teknik bertujuan menguji tingkat keketatan relasi antar unsur (langsung) suatu konstruksi atau satuan lingual tertentu.
h.      Teknik Parafrasis
Adakah teknik menyatakan secara berbeda (dalam arti normal) sebuah tuturan atau pernyataan atau konstruksi tertentu, tetapi informasi atau isi tuturan tetapi terjaga atau lebih kurang sama. Teknik parafrasis ialah teknik menyatakan secara memadai atau bahkan secara sangat memadai bahasa yang ditelitinya. Oleh karena itu teknik ini hanya mungkin dilakukan secara baik bila si peneliti sekaliguspemakai atau pembicara asli bahasa yang bersangkutan.
Kegunaan teknik parafrasis didalam penelitian linguistic, antara lain, ialah untuk mengetahui bentuk-bentuk tuturan lain yang mungkin terhadap sebuah isi atau informasi yang sama dan untuk memberikan isi atau arti granatis secara tepat terhadap sebuah konstruksi (morfologi atau sintaksis). Sedangkan peneliti, meneliti bentuk dan fungsi register bahasa Mbojo dalam komunitas nelayan.